Jatuh cintanya orang dewasa itu membingungkan, kadang menyulitkan diri sendiri. Ketika hati berkata seseorang itu adalah yang kita cinta, ada saja pertimbangan-pertimbangan realistis yang hanya dimengerti orang dewasa.
Ekonomi, ras dan suku, sifat, agama, orang tua, silsilah, gengsi, kesamaan, visi misi, kesamaan golongan.
Maka, jatuh cintalah seperti anak kecil. Yang lugu dan jujur mengakuinya.
Yang ketika si gadis jatuh maka si pria kecil tertawa mengolok namun langsung berlari ke kelas dan menyelipkan plester ke dalam tas si gadis.
Yang ketika si gadis tak punya uang saku karena miskin, maka si pria kecil membelikan setumpuk roti dan segenggam permen meski uang sakunya pun tak lebih.
Yang ketika si gadis terpisah dari rombongan pramuka, maka si pria kecil pura-pura ijin pipis tapi ternyata segera berlari dan mencari si gadis hingga dia sendiri tersasar.
Yang ketika seseorang mengatakan si gadis berwajah jelek maka si pria kecil segera berlari ke pasar dan mencarikan jepit rambut warna-warni murahan untuk dipasangkan di rambut si gadis, seraya mengatakan bahwa dia adalah gadis tercantik setelah ibunya.
Yang ketika si pria kecil dianggap bodoh oleh gurunya, si gadis menemani si pria kecil belajar setiap pulang sekolah, hingga dia sedikit mengerti, bahwa pelajaran tidak semenakutkan itu.
Yang terkadang, si pria kecil sengaja berkelahi dengan temannya hanya untuk mencari perhatian si gadis meski ini hanya membuatnya dibenci.
Yang ketika si pria kecil tidak masuk sekolah maka si gadis berdoa diam-diam dan mengintip dari jendela si pria kecil hanya untuk memastikan keadaannya.
Yang ketika guru mengabarkan bahwa besok si pria kecil kita akan kembali bersekolah, maka si gadis bersolek sepanjang pagi supaya kelihatan cantik.
Yang, baik si gadis maupun si pria kecil tak pernah mempertanyakan keturunan bangsawan atau jelatakah mereka, akan melanjutkan ke sekolah favorit atau tidak, akan bekerja dengan gaji yang besar atau tidak, mereka tidak peduli.
Yang bersedia tidak jajan berhari-hari hanya supaya uang sakunya bisa dikumpulkan untuk jalan-jalan ke pasar sore berdua di akhir pekan.
Yang meski sering memasukkan ulat ke dalam tas si gadis, si pria kecil ini akan dengan berani memukuli anak-anak nakal yang berani mengusik ketenangan perjalanan pulang sekolah si gadis, tanpa ia takut dikeroyok.
Yang meski si pria kecil hanya anak petani miskin, si gadis tidak pernah bertanya-tanya: 'dia akan memberiku makan apa? Apa dia punya uang?'
Jatuh cintanya anak kecil sungguh sederhana ya? Karena anak kecil belum tahu apa-apa, maka mereka juga tidak akan berpikir tentang apa-apa. Mereka jatuh cinta dengan tulus, tidak berharap apa-apa, bahkan tidak peduli apakah orang lain tahu atau tidak.
Kita kalah jauh dengan anak kecil. Mereka mencintai dengan memberi, kita mencintai dengan egoisme pribadi. Mereka mencintai dengan memenuhi, kita mencintai dengan mengejar ambisi. Mereka mencintai siapa yang mereka cintai, ternyata kita hanya mencintai diri sendiri.
Kadang, kita yang sudah dewasa, mungkin harus menyingkirkan realita dan kembali menjalani cinta yang sederhana.
Jumat, 27 Februari 2015
Rabu, 25 Februari 2015
Please Don't Say Good Bye
Please Don't Say Good Bye
Aku mengingatmu, kala malam telah datang.
Di bawah langit-langit kamar, aku memanahkan sebuah nama yang sebenarnya tak kemana-mana.
Aku membutuhkanmu, dari sore hari hingga menuju subuh.
Karena tak bersamamu, nafasku tak mungkin lega.
Aku merindukanmu, takut terjadi apa-apa.
Hanya ingin mengetahui sebagaimana menyenangkannya harimu
Aku mencintaimu, dan mereka tak perlu tau.
Waktu itulah aku ingin duduk di sampingmu menangkap kembali cinta kita yang melayang, sebelum sirna.
"Tidak perlu saling memiliki untuk saling membahagiakan." katamu.
Aku ingat jelas, sebelum semua selesai, kamu menepuk pundakku dan memelukku sangat sebentar.
Sementara lidahku terlalu kelu untuk sekedar mengucapkan:
"Please don't say good bye."
Langganan:
Postingan (Atom)